Menelusuri Tradisi Rabu Wekasan: Apa Itu dan Bagaimana Hukumnya?

Tayang: 1 Oktober 2024, 08:46 WIB
Penulis: Jamhari Ali Gani
Editor: Tim Rublik Depok
Ilustrasi - Rabu Wekasan 2024
Ilustrasi - Rabu Wekasan 2024 /Ayu Aprilia Ningsih/starline/freepik.com

RUBLIK DEPOK -

Apa Itu Rabu Wekasan dan Aspek Hukumnya?

Definisi Rabu Wekasan

Rabu Wekasan, atau dalam bahasa Jawa disebut Rebo Wekasan, merupakan sebuah tradisi yang dianut oleh masyarakat di berbagai daerah, seperti Jawa, Sunda, dan Madura. Tradisi ini dilakukan pada Rabu terakhir di bulan Shafar dengan tujuan untuk memohon perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai bencana dan malapetaka yang diyakini bisa terjadi pada hari tersebut. Praktik ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian dari budaya setempat.

Ritual Rabu Wekasan

Pelaksanaan Rabu Wekasan melibatkan beberapa ritual, antara lain: (1) melaksanakan shalat tolak bala; (2) berdoa dengan menggunakan doa-doa tertentu; (3) meminum air jimat; dan (4) melakukan selamatan, bersedekah, serta menjalin silaturahmi.

Asal Usul Tradisi

Tradisi ini berasal dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi, yang tertuang dalam kitab "Fathul Malik Al-Majid." Anjuran serupa juga terdapat dalam sejumlah kitab lainnya, seperti "Al-Jawahir Al-Khams" yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar.

Di dalam kitab-kitab tersebut, seorang Waliyullah yang telah mencapai tingkat kasyaf menyampaikan bahwa pada Rabu terakhir bulan Shafar, Allah menurunkan 320.000 bala’ dalam satu malam. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan umat Islam untuk melakukan shalat dan berdoa sebagai bentuk permohonan perlindungan dari malapetaka tersebut.

Pandangan Islam

Untuk memahami tradisi ini, kita perlu melihatnya dari beberapa sudut pandang:

1. Ilham dan Dasar Hukum

Sebagian ulama sufi yang memberikan rekomendasi tentang Rabu Wekasan didasari oleh ilham. Namun, menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat dijadikan dasar hukum dan tidak bisa mengeluarkan hukum-hukum syariat seperti wajib, sunnah, atau haram.

2. Informasi dari Alam Ghaib

Ilham yang diterima oleh para wali tidak dimaksudkan untuk mengeluarkan hukum, melainkan hanya sebagai informasi. Anjuran mereka tidak bersifat mengikat dan tidak berkaitan dengan hukum syariat.

3. Verifikasi dengan Al-Qur’an dan Hadits

Ilham yang diterima oleh seorang wali tidak boleh diambil begitu saja oleh orang lain tanpa memverifikasinya dengan Al-Qur’an dan Hadits. Jika ilham tersebut sejalan dengan sumber syariat, maka kebenarannya dapat dipastikan, namun jika bertentangan, maka harus ditinggalkan.

Hadits Terkait Rabu Wekasan

Memang ada hadits dla’if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla’if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

Keyakinan akan Malapetaka

Hukum meyakini adanya malapetaka di akhir bulan Shafar telah dijelaskan oleh hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang menyatakan bahwa tidak ada penyakit menular atau kepercayaan akan datangnya malapetaka di bulan Shafar.

Hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Pendapat Muktamar NU

Muktamar NU ke-3 pernah menyatakan bahwa berkeyakinan terhadap hari sial, termasuk Rabu Wekasan, merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini merujuk pada pendapat para ulama besar yang menegaskan bahwa tradisi semacam itu tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat.

Hukum Shalat

Shalat yang dilaksanakan dengan niat khusus untuk Rabu Wekasan tidak diperbolehkan karena tidak ada dasar syariat yang mengakui shalat tersebut. Namun, jika pelaksanaan shalat tersebut diniati sebagai shalat sunnah mutlak atau shalat hajat, maka hal itu diperbolehkan.

Dalam kitab-kitab ulama, dinyatakan bahwa shalat yang tidak memiliki dasar syariat dianggap sebagai bid’ah yang tercela. Oleh karena itu, setiap orang yang ingin melaksanakan shalat harus memastikan niatnya sesuai dengan syariat.

Hukum Berdoa

Berdoa untuk memohon perlindungan dari malapetaka pada hari Rabu Wekasan diperbolehkan, asalkan diniati secara umum dan tidak hanya terfokus pada malapetaka yang diyakini akan datang pada hari itu.

Hukum Menyebarkan Tradisi

Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa Rabu Wekasan tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam dan umat Islam dilarang untuk menyebarkan atau mengajak orang lain untuk melaksanakan tradisi tersebut.

Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pernah menjawab pertanyaan tentang Rebo Wekasan dan beliau menyatakan bahwa semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’). Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya. Berikut naskah lengkap dari beliau:

بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على أمور الدنيا والدين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.

أورا وناع فيتوا أجاء – أجاء لن علاكوني صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت إع سؤال، كرنا صلاة لورو إيكو ماهو دودو صلاة مشروعة في الشرع لن أورا أنا أصلي في الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها، كيا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين، التحرير لن سأ فندوكور كيا كتاب النهاية، المهذب لن إحياء علوم الدين. كابيه ماهو أورا أنا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.

ومن المعلوم أنه لو كان لها أصل لبادروا إلى ذكرها وذكر فضلها، والعادة تحيل أن يكون مثل هذه السنة وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة المؤمنين. لن أورا وناع أويه فيتوا أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع كتاب حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدي قال: ولا يجوز الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة، لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على القاري: لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرآنية إلا من الكتب المداولة (المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة والحاد الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة انتهى. لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية: ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت أن نقل المجربات الديربية وحاشية الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز الإفتاء بها. لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعان سكع كتاب القسطلاني على البخاري: ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى…. …… إلى أن قال: وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْتَدِلَّ بِمَا صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: الصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَكْثِرْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَقْلِلْ، فَإِنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِصَلاَةٍ مَشْرُوْعَةٍ. سكيرا أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة هديه كلوان دليل حديث موضوع، مك أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة ربو وكاسان كلوان داووهي ستعاهي علماء العارفين، مالاه بيصا حرام، سبب إيكي بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم. (هذا جواب الفقير إليه تعالى محمد هاشم أشعري جومباع).

Kesimpulan

Tradisi Rabu Wekasan, meskipun tidak termasuk ke dalam syariat Islam, mengandung unsur positif seperti mendorong shalat dan doa, serta meningkatkan amal kebajikan. Pelaksanaan ibadah yang terkait dengan tradisi ini harus sesuai dengan ketentuan syariat, dan bagi yang meyakini, pelaksanaannya harus dilakukan secara pribadi tanpa mengajak orang lain. Sementara itu, bagi yang tidak meyakini, tidak perlu mencela atau mengkritik.

Adanya keyakinan akan kesialan di akhir bulan Shafar perlu dipandang dengan hati-hati, karena banyak peristiwa baik yang juga terjadi pada hari tersebut. Pada akhirnya, semua kejadian adalah urusan Allah Swt, dan tradisi tidak akan mampu mempengaruhi ketentuan-Nya.


Tags

Terkini

Trending

Berita Pilgub