Perancis Musuhi Rusia, Dukung Ukraina Rebut Crimea Direbut dari Rusia

- 18 Maret 2024, 08:06 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato penghormatan kepada tokoh dan pengacara feminis Prancis Gisele Halimi di Pengadilan Banding, Rabu, 8 Maret 2023 di Paris. Michel Euler/Pool melalui REUTERS
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato penghormatan kepada tokoh dan pengacara feminis Prancis Gisele Halimi di Pengadilan Banding, Rabu, 8 Maret 2023 di Paris. Michel Euler/Pool melalui REUTERS /

RUBLIK DEPOK - Ukraina harus mendapatkan kembali kendali atas seluruh wilayah yang pernah dikuasainya, termasuk Semenanjung Crimea di Rusia, menurut Presiden Prancis Emmanuel Macron. Jika tidak, maka "perdamaian abadi" tidak akan mungkin terjadi, klaim dia.

Macron menyampaikan pernyataan tersebut pada Kamis dalam wawancara dengan lembaga penyiaran TF2 dan France 2, dan secara blak-blakan menggambarkan Rusia sebagai "musuh" Prancis.

Pada saat yang sama, dia menegaskan Paris tidak "melakukan perang terhadap Rusia" namun hanya "mendukung" Kiev dalam konflik tersebut. "Tentu saja, saat ini Rusia adalah musuh. Rezim Kremlin adalah musuh," tegas Macron.

Dia menjelaskan, "Kami melakukan segalanya agar hal ini dapat mengendalikan Rusia karena, secara sederhana, tidak akan ada perdamaian abadi jika tidak ada kedaulatan, kembalinya perbatasan Ukraina yang diakui secara internasional, termasuk Crimea."

Pernyataan terbaru presiden Prancis tersebut mendapat sambutan dingin di Rusia, dengan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan Macron tampaknya "tidak keberatan meningkatkan tingkat keterlibatannya" dalam permusuhan Rusia-Ukraina.

"Ya, jelas bahwa Rusia adalah musuh Prancis karena Prancis sudah terlibat dalam perang di Ukraina; mereka secara tidak langsung mengambil bagian dalam perang ini," tegas Peskov kepada wartawan.

Presiden Prancis telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang semakin agresif akhir-akhir ini, sejalan dengan pernyataan yang dibuatnya pada akhir bulan Februari, bahwa potensi pengerahan pasukan NATO ke Ukraina tidak dapat "dikecualikan."

 

Pernyataan tersebut memicu gelombang penolakan dari sesama anggota blok pimpinan AS.

Halaman:

Editor: Iswahyudi


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah