Mayoritas Muslim Tapi Tajikistan Melarang Penggunaan Hijab, Upaya Memperkuat Budaya Nasional?

- 27 Juni 2024, 07:41 WIB
Tajikistan Melarang Penggunaan Jilbab Meski Mayoritas Penduduknya Muslim
Tajikistan Melarang Penggunaan Jilbab Meski Mayoritas Penduduknya Muslim /Instagram/

RUBLIK DEPOK - Tajikistan, salah satu negara mayoritas Muslim di Asia Tengah, baru-baru ini menjadi sorotan dunia internasional setelah pemerintahnya mengeluarkan undang-undang baru yang melarang penggunaan hijab bagi perempuan. Undang-undang ini menggantikan aturan lama tentang Tradisi dan Perayaan.

Menurut penggalan undang-undang yang dikutip dari First Post, larangan tersebut mencakup "mengimpor, menjual, mempromosikan, dan menggunakan pakaian yang dianggap asing bagi kebudayaan nasional." Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, menyatakan bahwa tujuan dari larangan ini adalah untuk melindungi "budaya Tajik" dan mengurangi pengaruh agama di masyarakat.

Faktanya, pakaian tradisional Tajikistan sendiri memiliki warna-warni yang kaya dan diadopsi dari gaya berpakaian bangsa Persia. Namun, selama menjabat sebagai presiden, Rahmon tampak berambisi untuk menerapkan sekularisme di negaranya dengan dalih mengurangi ekstremisme. Hal ini tercermin dari sejumlah kebijakan yang diambil oleh pemerintahannya.

Salah satu kebijakan kontroversial lainnya adalah larangan bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun untuk memasuki masjid. Pemerintah juga telah melarang perayaan tradisional Muslim, seperti Maulid Nabi dan Isra' Mi'raj. Selain itu, mereka juga membatasi ukuran dan jumlah karpet yang digunakan di masjid-masjid.

Menurut pengamat, langkah-langkah ini merupakan upaya Tajikistan untuk mengurangi pengaruh Islam dan memperkuat identitas budaya nasional. Namun, tindakan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk organisasi hak asasi manusia dan kelompok Muslim di dalam maupun luar negeri.

Salah satu kelompok yang mengecam kebijakan ini adalah Hizb ut-Tahrir, sebuah organisasi Islam yang berpusat di Tajikistan. Mereka menilai bahwa larangan hijab merupakan bentuk penindasan terhadap hak asasi perempuan Muslim dan upaya untuk memaksakan sekularisme.

Di sisi lain, pemerintah Tajikistan menegaskan bahwa langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keamanan di negara tersebut. Mereka berpendapat bahwa pakaian tradisional Tajikistan, yang kaya akan warna-warni dan gaya Persia, lebih sesuai dengan identitas budaya nasional.

Namun, kritik tetap bermunculan dari berbagai pihak, khususnya dari aktivis hak asasi manusia dan organisasi Muslim internasional. Mereka menyatakan bahwa larangan hijab merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan hak asasi perempuan.

Situasi ini menunjukkan adanya ketegangan antara upaya pemerintah Tajikistan untuk memperkuat identitas budaya nasional dan perlindungan hak-hak dasar warga negaranya. Perdebatan ini tidak hanya menyangkut masalah pakaian, tetapi juga menyentuh isu yang lebih luas terkait dengan keseimbangan antara sekularisme dan agama di negara tersebut.

Editor: Iswahyudi


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah